ECONOMIC ZONE - Ketidakpastian ekonomi global, meningkatnya ketegangan geopolitik, hingga tren deglobalisasi terus menjadi tantangan besar bagi prospek pertumbuhan Indonesia. Menanggapi situasi ini, Bank DBS Indonesia menggelar Asian Insights Conference 2025 yang mengusung tema “Growth in a Changing World”.
Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh penting, seperti Hashim S. Djojohadikusumo (Utusan Khusus Presiden RI untuk Iklim dan Energi), Rosan Roeslani (CEO Danantara), Chatib Basri (ekonom dan mantan Menteri Keuangan), Burhanuddin Muhtadi (Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia), Lim Chu Chong (Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia), serta Taimur Baig (Chief Economist DBS Group Research). Mereka bersama-sama membahas tantangan struktural dan arah kebijakan strategis untuk mendorong pertumbuhan Indonesia di tengah ketidakstabilan global.
Presiden Direktur DBS Indonesia, Lim Chu Chong, menekankan bahwa dunia usaha saat ini menuntut respons yang cepat dan akurat. “Dengan jaringan regional kami di Asia, DBS hadir sebagai mitra strategis yang memberikan wawasan dan konektivitas mendalam dalam perdagangan, investasi, dan pergerakan modal. Kami berkomitmen mendukung pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan bagi pelaku usaha,” ujarnya.
Salah satu sorotan utama konferensi adalah kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump 2.0. Meski dampaknya terhadap Indonesia belum signifikan, sektor-sektor seperti tekstil, furnitur, dan alas kaki dinilai cukup rentan. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk memperkuat pasar domestik, mendiversifikasi tujuan ekspor, dan memperkuat daya saing industrinya.
Meski tantangan global membayangi, Hashim Djojohadikusumo tetap optimistis Indonesia dapat mencatatkan pertumbuhan hingga 8 persen. Ia menilai kunci utamanya adalah peningkatan pendapatan negara melalui pemanfaatan teknologi digital dan kecerdasan buatan, khususnya dalam sistem perpajakan elektronik guna memperluas basis pembayar pajak.
Sesi bertajuk “Beyond the Numbers: Charting Indonesia’s New Economic Course” membahas potensi penguatan ekonomi domestik, digitalisasi, dan arus investasi asing. Chatib Basri dan Taimur Baig menilai Indonesia masih berada dalam posisi relatif aman karena keterbatasan eksposurnya terhadap pasar AS, dan ini menjadi peluang untuk memperkuat kerja sama ekonomi kawasan.
Dari sisi politik, sesi “Political Outlook 2025: Power Consolidation for Economic Growth” yang dipandu Burhanuddin Muhtadi mengulas dampak konsolidasi kekuasaan pemerintahan baru terhadap stabilitas politik dan arah kebijakan publik, termasuk program makan bergizi gratis (MBG) yang bisa memengaruhi alokasi anggaran serta iklim investasi.
Dalam konteks geopolitik yang kian multipolar, terutama di tengah rivalitas AS dan Tiongkok, Indonesia dituntut untuk memainkan peran diplomatik yang seimbang, mempererat kerja sama internasional, dan merespons aspirasi kelas menengah dengan kebijakan yang inklusif dan akuntabel.
Bank DBS Indonesia juga menegaskan komitmennya dalam mendorong ekonomi hijau dan pertumbuhan berkelanjutan. Sepanjang 2024, pembiayaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan dan berprinsip ESG terus meningkat.
Menurut Anthonius Sehonamin, Head of Institutional Banking Group DBS Indonesia, pihaknya terus menyediakan solusi pembiayaan transisi energi lintas negara. “Kami mendukung perjalanan menuju Net Zero Emission 2050, sekaligus pertumbuhan bisnis nasabah, terutama di sektor-sektor strategis,” jelasnya.
Sebagai bagian dari konferensi, dua wirausaha sosial binaan DBS Foundation—Du Anyam dan Adena Coffee—juga berbagi pengalaman dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dari tingkat komunitas. Melalui pendekatan berbasis sosial dan pemberdayaan perempuan, mereka membuktikan bahwa dampak ekonomi dan sosial dapat berjalan beriringan.
Komentar