ECONOMIC ZONE - Pemerintah harus serius mengeluarkan regulasi demi tercapainya manfaat ekonomi. Pihak swasta telah berinovasi dan mendukung era kendaraan elektrik.
Tujuh tahun lebih Federasi Otomotif Internasional (FIA) berjuang mengenalkan dan mengembangkan teknologi elektrik melalui seri balap Formula E. berbagai kemajuan telah dicapai, termasuk di antaranya menyematkan baterai yang semakin efisien di dalam badan mobil balap.
Capaian tersebut kian kental terlihat ketika Formula E digelar beberapa hari silam dalam Jakarta E-Prix 2022. Ajang balap yang kali pertama digelar di Indonesia itu, diharapkan semakin menguatkan posisi negara ini untuk lebih serius bertransformasi pada kendaran elektrik. Demikian pesan Alberto Longo selaku Co Founder and Chief Championship Officer Formula E, dalam “Jakarta E Prix Sustainability Talk Finale: Jakarta Electric Race. Change. Accelerated” pada Selasa, 7 Juni 2022.
Pada webinar hasil besutan JakPro, Tempo, dan Allianz ini, Alberto Longo berharap semua pihak baik pemerintah, regulator, swasta, dan masyarakat berkolaborasi menerapkan electric vehicle (EV) atau kendaraan elektrik sebagai alat mobilitas sehari-hari. “Indonesia, sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara tidak hanya punya peluang, tapi perlu mendukung gerakan ini demi mengatasi pemanasan global,” ujarnya.
Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Bersama Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), mengatakan bahwa selain tujuan untuk mengatasi krisis iklim, penggunaan kendaraan elektrik mendatangkan tiga manfaat yakni mereduksi pencemaran udara di perkotaan, menjadi bukti partisipasi global untuk menekan emisi karbon seturut komitmen Indonesia pada Persetujuan Paris, dan manfaat ketiga adalah memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Kajian tentang pertumbuhan ekonomi nasional ini telah dijalankan KPBB sejak 2012. Saat itu, KPBB menyodorkan kepada pemerintah sejumlah keuntungan jika segera mengadopsi kendaraan elektrik. Menurut Ahmad Safrudin, Indonesia dapat menikmati keuntungan ekonomi hingga Rp 6.900 triliun dalam 10 tahun ke depan.
Kajian itu kemudian dikembangkan seturut dikenalkannya produk baterai EV. Pada 2020, KPBB kembali menyodorkan perhitungan kepada pemerintah, apabila segera memulai industri baterai EV maka pada 2030 akan mendapat keuntungan ekonomi sekitar Rp 9.603 triliun.
Karena itu, menurut Ahmad Safrudin, kunci pertama pelanjuran EV di Indonesia harus dimulai dari inisiatif pemerintah. Salah satu inisiatif terpenting yakni menelurkan regulasi yang mendorong penggunaan kendaraan EV.
“Pemerintah misalnya bisa membuat regulasi insentif dan disinsentif. Contoh, motor mengeluarkan emisi 60 gram per kilometer. Maka buatlah aturan jika emisi yang dihasilkan motor lebih dari angka tersebut akan dikenakan cukai. Sebaliknya jika kurang dari angkat tersebut akan mendapat insentif. Dengan aturan ini, saya yakin akan terjadi peningkatan penetrasi pasar,” tutur Ahmad Safrudin.
Dia juga mendorong swasta agar tidak menunggu, melainkan melakukan terobosan dan inovasi. “Jangan takut jadi risk taker. Harus berani membuat perubahan,” ujarnya.
Salah satu pihak swasta yang melakukan inovasi adalah Elders Garage. Berawal dari bengkel custom motor yang sempat mendapat order membuat motor chopper untuk Presiden Jokowi, kemudian membuat kreasi mengagumkan dengan mengkonversi Vespa menjadi motor listrik dengan alat khusus yang dibuat.
Chief Procurement & Business Elders Garage, Richard Andrea, menjelaskan tujuan membuat konverter itu karena ia ingin melihat generasi penerus tetap bisa menggunakan motor klasik ketika era elektrik telah meluas di masa depan. “Saya ingin motor (berbahan bakar fosil) yang sudah ada bisa dilestarikan, digunakan kembali, dan di-recycle,” katanya.
Menurut Richard ketertarikan terhadap konverter ini datang dari berbagai negara seperti Jerman, Malaysia, hingga Pakistan. Karena itu, potensi kreativitas anak bangsa harus segera dimanfaatkan sehingga Indonesia bisa ikut bermain dalam teknologi kendaraan elektrik, dan berujung pada mendapatkan manfaat secara ekonomi karena pengembangan kendaraan elektrik ini memilliki efek yang luas atau multiplier effect.
Efek ekonomi meluas tersebut bahkan telah dimanfaatkan oleh Allianz. Dony Sinanda Putra sebagai Head Of Product & Underwriting PT Asuransi Allianz Utama Indonesia, mengatakan Allianz bertekad menjadi pemimpin di kategori sustainability pada industri keuangan, terutama dengan tiga misi utama. Pertama, ikut berperan dalam mengatasi krisis iklim dengan mendukung pencapaian nol karbon. Kemudian, mendukung masyarakat terutama generasi penerus untuk mempraktikkan cara hidup yang berkelanjutan. Tiga, memastikan permodalan dan asuransi menunjang upaya keberlanjutan. Misalnya dengan menarik dukungan terhadap bisnis yang masih mengedepankan penggunaan energi fosil.
Adapun komitmen Allianz pada 2022 yakni mengurangi penggunaan kertas di perusahaan sampai 20 persen, mereduksi pemakaian listrik di kantor hingga 5 persen, serta melaksanan aksi Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL atau CSR), antara lain dengan mereduksi dan mengumpulkan lebih dari 2 ton sampah anorganik pada Januari silam.
Satu tindakan nyata yang sangat penting, kata Dony, adalah gebrakan Allianz dengan mencabut keikusertaan perusahaan tersebut sebagai promotor balapan yang masih menggunakan bahan bakar fosil. “Bukti nyata terlihat pada ajang E-Prix ini. Dulu kami sponsor fossil fuel, tapi kemudian beralih dan memilih untuk mensponsori Formula E,” kata dia.
Komentar